still learning and found this here
http://gizanherbal.wordpress.com/2011/02/13/ringkasan-ilmu-tajwid/
http://gizanherbal.wordpress.com/2011/02/13/ringkasan-ilmu-tajwid/
http://alzahid.co.uk/resources/Tajweed_Rules_in_brief.pdf
http://alzahid.co.uk/resources/Tajweed_Rules_in_brief.pdf'
Hukum nun mati dan tanwin
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_nun_mati_dan_tanwin
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_nun_mati_dan_tanwin
thankyou...
=======
1. HUKUM NUN MATI
- Izh-har Halqi, yaitu pembacaan nun mati atau tanwin yang sesuai makhroj-nya (tidak di-ghunnah-kan) apabila bertemu dengan salah satu huruf izhhar.
Huruf-huruf izhhar adalah : ء ـ ة ـ ع ـ ح ـ غ ـ خ
Contoh-contoh izhhar:
مِنْ هَادٍِ ـ مِنْ عِلْمٍِ ـ عَيْنٍِ ءانِيَةٍِ ـ فَرِيْقًَا هَدَى ـ يَنْهَوْنَ ـ أَنْعَمْتَ
- Idgham, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin secara lebur ketika bertemu huruf-huruf idgham, atau pengucapan dua huruf seperti dua huruf yang di-tasydid-kan. Ketentuan ini berlaku ketika pertemuan nun mati dengan huruf idgham dalam dua kata yang terpisah. Idgham dibagi dua yaitu:
> Idgham bil ghunnah atau ma’al ghunnah (yang harus digunakan)
> Idgham bila ghunnah (yang tidak boleh digunakan)
Huruf-huruf idgham bil ghunnah : ي ـ ن ـ م ـ و
Huruf-huruf idgham bila ghunnah : ل ـ ر
Contoh-contoh idgham :
أَنْ يَضْرِبَ ـ خَيْرًا يَرَاهُ ـ مَالاًَ لُّبَدًا ـ أن لَّمْ
Dikecualikan empat kata yang tidak boleh dibaca sesuai dengan kaidah ini, karena pertemuan nun mati dengan huruf idgham dalam satu kata. Cara membacanya harus jelas dan disebut izhhar muthlaq, yaitu:
الدُّنْيَا ـ بُنْيَانْ ـ قِنْوَانْ ـ صِنْوَانْ
- Iqlab, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin yang bertemu dengan huruf ba’ yang berubah menjadi mim dan disertai dengan ghunnah.
Contoh-contoh iqlab: أَن بُوْرِكَ ـ يَنْبُوْعً ـ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ
- Ikhfa’ Haqiqi, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin ketika bertemu dengan huruf-huruf ikhfa’ memiliki sifat antara izhhar dan idgham dengan disertai ghunnah. Huruf-huruf ikhfa’ berjumlah 15, yaitu:
ص ـ ذ ـ ث ـ ك ـ ج ـ ش ـ ق ـ س ـ د ـ ط ـ ز ـ ف ـ ت ـ ض ـ ظ
Contoh ikhfa’ haqiqi: مِنْ صِيَامٍِ ـ فَانْصُرْنَا ـ مَاءًَ ثَجَّاجًا ـ قَوْلاًَ سَدِيْدًا
2. HUKUM MIM MATI
- Ikhfa’ Syafawi, yaitu apabila mim mati bertemu dengan ba’. Cara pengucapannya mim tampak samar (bibir tanpa ditekan kuat) disertai dengan ghunnah. Contoh: تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍِ
- Idgham Mitslain, atau idgham mimi yaitu apabila mim mati bertemu dengan mim. Cara pengucapannya harus disertai dengan ghunnah.
Contoh: إنَّهَا عَلَيْهِمْ مُّؤْصَدَةٌ
- Izh-har Syafawi, yaitu apabila mim mati bertemu dengan selain huruf mim dan ba’. Cara pengucapannya adalah mim harus dibaca jelas, harus tampak jelas tanpa ghunnah, terutama ketika bertemu dengan fa’ dan waw. Sedikitpun mim tidak boleh terpengaruh makhroj fa’ dan waw walaupun makhrojnya berdekatan/sama. Contoh: أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ـ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ
3. HUKUM MIM DAN NUN BERTASYDID
Setiap mim dan nun yang bertasydid wajib dighunnahkan. Ketika membaca mim yang bertasydid cara membacanya bibir harus merapat dengan sempurna, dan ketika membaca nun yang bertasydid ujung lidah harus menempel pada makhroj nun dengan sempurna/kuat. Contoh:
عَمَّ يَتَسَاءَلُوْنَ ـ فَأُمُّهُ هَاوِيَةًَ ـ يَـأَيُّهَاالْمُزَّمِّلْ
4. HUKUM LAM TA’RIF (ALIF LAM)
Berdasarkan cara pembacaannya ini, alif lam dibagi menjadi dua macam :
- Alif Lam Qamariyah, yakni alif lam harus dibaca jelas ketika menghadapi huruf-huruf berikut: ء ـ ب ـ غ ـ ح ـ ج ـ ك ـ و ـ خ ـ ف ـ ع ـ ق ـ ي ـ م ـ ه
Contoh : الْخَالِقُ ـ الْعِلْمُ ـ الْقَادِرُ ـ الْمَرْجَانْ ـ الْجَنَّةُ
- Alif Lam Syamsiyah, yakni alif lam harus dibaca idgham (masuk ke dalam huruf berikutnya) apabila bertemu dengan huruf-huruf berikut:
ط ـ ث ـ ص ـ ر ـ ت ـ ض ـ ذ ـ ن ـ د ـ س ـ ظ ـ ز ـ ش ـ ل
Contoh: النُّوْرُ ـ الدِّيْنُ ـ الصَّلاَةُ ـ اللَّيْلُ
5. HUKUM MAD
Mad adalah memanjangkan lama suara ketika mengucapkan huruf mad. Huruf mad ada tiga yaitu :
- و (waw sukun) yang huruf sebelumnya berharokat dhommah.
- ي (ya’ sukun) yang huruf sebelumnya berharokat kasrah.
- ا (alif) yang huruf sebelumnya berharakat fat-hah. Contoh: نُوحِيـهَـا
Mad secara umum terbagi menjadi dua, yaitu Mad Ashli dan Mad Far’i.
I. Adapun pembagian mad Ashli adalah sebagai berikut:
a. Mad Thabi’i, yaitu mad yang tidak terpengaruhi oleh sebab hamzah atau sukun, tetapi didalamnya ada salah satu huruf mad yang tiga; alif, ya’, waw. Contoh: إِيَّاكَ – يَدْخُلُوْنَ – فِيْ جِيْدِهَا
b. Mad Badal, yaitu apabila terdapat hamzah bertemu dengan mad. Panjangnya 2 harakat.
Contoh: أُوْتِيَ – ءَادَمَ – إِيْمَانٌُ – اِيْتُوْنِيْ
c. Mad ‘Iwadh, yaitu berhenti pada huruf yang bertanwin fat-hah. Panjangnya 2 harakat. Catatan:
Huruf Hamzah yang bertanwin fat-hah terkadang disudahi dengan alif, atau terkadang didahului alif, cara membaca tetap sama 2 harakat. Dan pengecualian berhenti pada Ta’ Marbuthah yang bertanwin fat-hah cara membacanya ta’ harus mati dan berubah menjadi Ha’.
Contoh: عَلِيْمًا حَكِيْمًا – غَفُوْرًا رَحِيْمًا – لَيْسُوْا سَوَاءًَ – جُزْءًَا
d. Mad Tamkin, yaitu apabila terdapat ya’ bertasydid bertemu dengan ya’ sukun. Panjangnya 2 harakat.
Contoh: وَإِذَا حُيِّيْتُمْ – فِيْ الأُمِّيِّيْنَ
e. Mad Shilah Qashirah, yaitu apabila terdapat ha’ dhamir (bunyi hu atau hi) bertemu dengan selain
hamzah. Panjangnya 2 harakat.
Contoh: وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ – لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
Keterangan:
- Ha’ dhamir tidak dibaca panjang 2 harakat apabila salah satu huruf sesudah atau sebelumnya mati. Kecuali ayat 69 didalam surah Al-Furqan, yaitu:
وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً maka ha’ dibaca panjang 2 harakat walaupun sebelumnya didahului huruf mati. Mad ini disebut Mad Al-Mubalaghah.
- Selain ha’ dhamir tidak dibaca panjang.
Contoh: لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفعا
II. Adapun pembagian mad Far’i adalah sebagai berikut:
- Mad Far’i yang bertemu dengan hamzah ada 3 macam:
a. Mad Wajib Muttashil, yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam satu kalimat. Panjangnya 4 harakat ketika washal, sedangkan dalam keadaan waqaf boleh dibaca 4, 5 atau 6 harakat.
Contoh: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اﷲ – مَنْ يَعْمَلْ سُوءاًَ…
b. Mad Ja’iz Munfashil, yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam kalimat yang terpisah. Panjangnya 4 atau 5 harakat.
Contoh: اﷲ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا – فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍِ
c. Mad Shilah Thawilah, yaitu apabila terdapat ha’ dhamir bertemu dengan hamzah dalam kalimat yang terpisah. Panjangnya 4 atau 5 harakat.
Contoh: أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ – يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
- Mad Far’i yang bertemu dengan Sukun atau Tasydid ada 5 macam:
a. Mad Farqi, yaitu mad badal sesudahnya berupa huruf yang bertasydid. Panjang 6 harakat. Mad ini hanya terjadi pada 2 kalimat dan terdapat di dalam tiga surat, yakni surat Al-An’am : 143-144, Yunus : 59 dan An-Naml : 59.
Lafazhnya: قُلْ ء الذَّكَرَيْنِ – ء اﷲ خَيْرٌ
b. Mad Lazim Kilmiy Mutsaqqal, yaitu apabila huruf atau bacaan mad sesudahnya berupa huruf yang bertasydid. Panjangnya 6 harakat.
Contoh: مِنْ دَابَّةٍ – حَـاجَّ – تَحَـاضُّوْنَ
c. Mad Lazim Kilmiy Mukhoffaf, yaitu mad badal sesudahnya terdapat huruf sukun. Panjangnya 6 harakat, dan mad ini hanya terdapat pada surat Yunus: 51 dan 91. Contoh: ءالـٰنَ وَقَدْ كُنتُم بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ
d. Mad Lazim Harfiy Mutsaqqal, yaitu mad yang terjadi pada huruf Muqaththa’ah yang terdapat di sebagian beberapa awal surat. Cara membaca huruf tersebut sesuai dengan nama hurufnya, dibaca panjang 6 harakat dan diidghamkan. Contoh: الـم = أَلِفْ لاَمْ مِيْم – طسم = طاَ سِيْن مِيْم
e. Mad Lazim Harfiy Mukhaffaf, yaitu mad yang terjadi pada huruf Muqaththa’ah yang terdapat disebagian beberapa awal surat. Cara membaca huruf tersebut sesuai dengan nama hurufnya, dibaca panjang 6 harakat, tetapi tanpa diidghamkan. Contoh: ق = قَافْ – عسق = عَيْنْ سِيْنْ قَافْ
- Mad Far’i karena waqaf, ada 2 macam:
a. Mad ‘Aridh Lissukun, yaitu apabila mad thabi’i jatuh sebelum huruf yang diwaqafkan. Panjangnya boleh 2, 4 atau 6 harakat.
Contoh: إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ – الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
b. Mad Liin, yaitu apabila berhenti pada suatu huruf sebelumnya berupa waw sukun atau ya’ sukun yang didahului oleh huruf berharakat fat-hah. Panjangnya boleh 2, 4 atau 6 harakat.
Contoh: خَوْف – الصَّيْف – البَيْت – عَلَيْهِ – مَثَلُ السَّوْءِ
6. AT-TAFKHIM DAN AT-TARQIQ
Tafkhim berarti menebalkan suara huruf, sedangkan Tarqiq adalah menipiskannya. Tafkhim dan Tarqiq terdapat pada 3 hal :
a. Lafazh Jalalah, yaitu lafazh Allah. Al Jalalah maknanya adalah kebesaran atau keagungan. Cara membacanya ada dua macam, yaitu tafkhim dan tarqiq.
Lafazh Jalalah dibaca tafkhim apabila keadaannya sebagai berikut:
- Berada di awal susunan kalimat atau disebut Mubtada’ (Istilah tata bahasa Arab). Contoh: اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
- Apabila Lafazh Jalalah berada setelah huruf berharakat fat-hah.
Contoh: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
- Apabila Lafazh Jalalah berada setelah huruf berharakat dhammah.
Contoh: نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ
Sedangkan dibaca Tarqiq apabila sebelum lafazh Jalalah huruf berharakat kasroh. Contoh: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
b. Huruf-huruf Isti’la ( خ – ص – ض – غ – ط – ق – ظ )
Semua huruf isti’la harus dibaca tafkhim, dengan dua tingkatan. Pertama, tingkatan tafkhim yang kuat, yakni ketika sedang berharakat fat-hah atau dhammah. Kedua, adalah tingkatan tafkhim yang lebih ringan, yakni ketika berharakat kasrah atau ketika sukun dengan huruf sebelumnya berharakat kasrah. Juga harus dibaca tafkhim apabila nun mati atau tanwin (hukum ikhfa’ haqiqi) bertemu dengan huruf isti’la, kecuali apabila bertemu dengan huruf ghain dan kha’. Sebaliknya, seluruh huruf istifal (huruf-huruf selain huruf isti’la) harus dibaca tarqiq, kecuali ra’ dan lam pada lafazh jalalah.
c. Huruf Ra’, dibacanya tafkhim apabila:
- Ketika berharakat fat-hah.
- Ketika berharakat dhammah.
- Ra’ sukun sebelumnya berharakat fat-hah.
- Ra’ sukun sebelumnya huruf berharakat dhammah.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf berharakat fat-hah.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf berharakat dhamaah.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya alif.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya waw.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf yang mati, dan didahului huruf
fat-hah atau dhammah.
- Ra’ sukun sebelumnya hamzah washal.
- Ra’ sukun sebelumnya huruf berharakat kasrah dan sesudahnya huruf isti’la
tidak berharakat kasrah serta berada dalam satu kalimat.
Sedangkan huruf Ra’ dibaca tarqiq apabila keadaannya sebagai berikut:
- Ra’ berharakat kasrah.
- Ra’ sukun sebelumnya berharakat kasrah dan sesudahnya bukan huruf isti’-
la, atau bertemu huruf isti’la namun dalam kata yang terpisah.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf kasrah atau ya’ sukun.
- Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya bukan huruf isti’la dan sebelumnya di
dahului oleh kasrah.
Kemudian Ra’ yang boleh dibaca tafkhim atau tarqiq:
- Ra’ sukun sebelum berharakat kasrah dan sesudahnya huruf isti’la berhara-
kat kasrah.
- Ra’ sukun karena waqaf, sebelumnya huruf isti’la sukun yang diawali de-
ngan huruf berharakat kasrah.
- Ra’ sukun karena waqaf dan setelahnya terdapat ya’ terbuang.
7. IDGHAM
Idgham artinya memasukkan atau melebur huruf. Idgham dibagi 3 yaitu:
a. Idgham Mutamatsilain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang sama makhraj dan sifatnya.
Contoh: اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَر – وَقَد دَّخَلُوْا – يُدْرِكـكُّمُ الْمَوْتُ
b. Idgham Mutajanisain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang sama makhrajnya, namun sifatnya berlainan. Yaitu pada makhraj huruf:
(ط-د-ت) – (ظ-ذ-ث) – (م-ب)
Contoh: قَـد تَّبَيَّـنَ dibaca langsung masuk ke huruf ta’
ارْكَب مَّعَنَـا dibaca langsung masuk ke huruf mim
c. Idgham Mutaqaribain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang ham-pir sama makhraj dan sifatnya. Yaitu pada huruf ق – ك dan ل – ر .
Contoh: أَلَمْ نَخْلُقـّكُمْ dibaca tanpa meng-qalqalah-kan qaf
وَقُل رَّبِّ dibaca tanpa menampakkan lam
8. TANDA-TANDA WAQAF (BERHENTI)
- م yaitu tanda waqaf yang menunjukkan penekanan untuk berhenti.
- لا yaitu tanda waqaf yang menunjukkan dilarang berhenti secara total (tidak melanjutkan membaca lagi), jika sekedar mengambil nafas dibolehkan.
- صلى yaitu tanda waqaf boleh berhenti, namun washal lebih utama.
- ج yaitu tanda waqaf yang menunjukkan waqaf atau washal sama saja.
- قلى yaitu tanda waqaf yang menunjukkan lebih baik berhenti.
- yaitu tanda waqaf agar berhenti pada salah satu kata.
9. ISTILAH-ISTILAH DALAM AL-QUR’AN
a. Sajdah. Pada ayat-ayat sajdah disunahkan melakukan sujud tilawah. Sujud ini dilakukan di dalam atau diluar shalat, disunahkan pula bagi yang membaca dan yang mendengarkannya. Hanya saja ketika didalam shalat, sujud atau tidaknya tergantung pada imam. Jika imam sujud, makmum harus mengikuti, dan begitu pula sebaliknya. Ayat Sajdah terdapat dalam surat: 7:206, 13:15, 16:50, 17:109, 19:58, 22:18, 22:77, 25:60, 27:26, 32:15, 38:24, 41:37, 53:62, 84:21, 96:19.
b. Saktah ( س ) yaitu berhenti sejenak tanpa bernafas. Ada didalam surat: 18:1-2, 36:52, 75:27, 83:14. Contoh: كَلاَّ بَلْ رَانَ
c. Isymam, yaitu menampakkan dhammah yang terbuang dengan isyarat bibir. Isymam hanya ada di surat Yusuf ayat 11, pada lafazh لاَ تَأْمَنَّا
d. Imalah, artinya pembacaan fat-hah yang miring ke kasrah. Imalah ada di dalam surat Hud ayat 41, pada lafazh بِسْمِ اللهِ مَجْرَهَا dibaca “MAJREHA”.
e. Tas-hil, artinya membaca hamzah yang kedua dengan suara yang ringan atau samar. Tas-hil dibaca dengan suara antara hamzah dan alif. Terdapat di dalam surat Fushshilat ayat 44, pada lafazh أَأَعْجَمْيٌّ hamzah yang kedua terdengar seperti ha’.
f. Nun Al-Wiqayah, yaitu nun yang harus dibaca kasrah ketika tanwin bertemu hamzah washal, agar tanwin tetap terjaga.
Contoh: نُوْحٌ ابْنَهُ – جَمِيْعًا الَّذِيْ
g. Ash-Shifrul Mustadir, yaitu berupa tanda (O) di atas huruf mad yang menunjukkan bahwa mad tersebut tidak dibaca panjang, baik ketika washal maupun waqaf (bentuknya bulatan sempurna, dan biasanya terdapat di mushaf-mushaf timur tengah).
Contoh: لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُواْ
h. Ash-Shifrul Mustathilul Qa’im, yaitu berupa bulatan lonjong tegak (0) biasanya diletakkan di atas mad. Mad tersebut tidak dibaca panjang ketika washal, namun dibaca panjang ketika waqaf.
Contoh: أَنَاْ خَيرٌ – لَكِنَّاْ
i. Naql, yaitu memindahkan harakat hamzah pada huruf sebelumnya.
Contoh: ﺑﺌﺲَ الاِسْمُ dibaca ﺑﺌﺴَلِسْمُ
(Diringkas seperlunya dari buku “Pedoman Daurah Al-Qur’an – Kajian Ilmu Tajwid” oleh Abdul Aziz Abdur Rauf. Al-Hafizh, Lc. Dan buku “Ilmu Tajwid Plus” oleh Moh. Wahyudi.)