Beberapa kawan pernah mengatakan pada saya, “Menulis itu susah banget, emang sih teori menulis itu mudah, tapi tak semudah praktiknya.” Mendengar pernyataan itu saya terdiam sesaat.
“Menulis itu mudah kawan!” ujarku dalah hati.
Saya tidak berkomentar apa pun. Saya hanya diam mendengarkan semua curahan isi hatinya. Saya tatap matanya. Tak satu pun kata-kata meluncur dari bibir tipisku ini, kecuali, “Cukup!”
Malam harinya, saya teringat sebuah buku yang mengutarakan betapa mudahnya menulis. Saya lupa judul bukunya. Saya pun mencoba membuka lembaran memori masa silam. Tapi, saya benar-benar lupa.
Akhirnya, tanpa berpikir panjang, kukumpulkan buku-buku yang mengupas seputar permasalahan tulis-menulis. Sepuluh menit waktu yang cukup mengambil bukuku yang terpajang di rak lemari. Saya sengaja meletakkannya di tempat yang mudah terlihat supaya menjadi motivasi bagiku untuk terus menulis. Saya kumpulkan semuanya. Jumlahnya tak kurang dari lima belas buku. Kulihat buku-buku itu: 6 langkah jitu agar tulisan anda makin hidup dan enak dibaca karya Wahyu Wibowo, Dunia Katanya ustad Fauzi Adhim, Quantum Writing Hernowo, Creative writing-nya AS Laksana, biografikarier-nya Laura Ingalls Wilder, sampai pada buku yang terakhir: biografikarier-nya Stephen King.
Mataku tertuju pada buku yang terakhir itu. Seolah-olah sinyal-sinyal memori masa laluku kembali membaik. Kubuka berlahan-lahan buku itu. Oh my good, thanks banget. Akhirnya usaha buka-bukaan pada malam itu tak sia-sia, kutemukan apa yang kucari. Mau? Berikut kutipannya:
Terbebas dari beban mencari pekerjaan tambahan untuk menafkahi keluarganya, Stephen membuat rutinitas menulis yang dia ikuti secara ketat selama bertahun-tahun…[semenjak awal kariernya sebagai penulis pemula]. Pada pagi hari, setelah berjalan-jalan jauh, dia menulis selama kira-kira tiga jam…[ini yang saya sebut: menulis marathon], siang harinya, selain menghadapi urusan bisnis dan korespondensi, dia biasanya mencurahkah beberapa jam menuangkan gagasan untuk proyek buku berikutnya. Selain itu, ia menyediakan beberapa jam sehari untuk membaca karya-karya pengarang favorit yang baru maupun lama… Jarang dia melanggar jadwalnya bahkan pada hari ulang tahunnya ataupun natal. (biografikarier Stephen King, hal. 70)
Wow, luar biasa, bukan? Ternyata, satu kesimpulan yang kudapatkan, menulis itu mudah. Kok bisa? Ya bisa dong! Mungkin kesulitan yang Anda alami itu karena keterbatasan diri Anda. Maaf, maksud saya keterbatasan cara Anda berfikir. Begini…ketika Anda berfikir bahwa menulis itu susah, maka Anda pun menjadikan kegiatan tulis menulis itu sebagai kegiatan yang amat sangat membosankan. Anda muak menulis. Bahkan, yang paling menyakitkan, Anda tak pernah memulai menulis. Yang ada hanyalah pengeluhan-pengeluhan yang tak pernah berujung.
Coba Anda baca kembali kutipan saya di atas! Apa kesimpulan Anda? Ternyata, menulis itu membutuhkan keseriusan, membutuhkan komitmen, dan membutuhkanpositive thinking, bukan? Bayangkan saja, kalau para penulis hebat seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, JK. Rowling, Thomas Armstrong, Ian Marshal, dll tidak memiliki positive thinking, boleh jadi karya-karya mereka tak kunjung ada dipasaran.
Memang benar, menulis membutuhkan bakat. Saya sangat amat setuju. Tapi, hasil pembacaan saya dari beberapa biografi penulis hebat di atas, mereka tergerak menulis bukan karena mereka menyadari bahwa mereka memiliki bakat. Oh, tidak kawan. Justru mereka terusik oleh tuntunan jiwa untuk berkarya, untuk mencerahkan, dan untuk mencerdaskan orang lain. Tujuan-tujuan mulia itulah yang menghantarkan mereka ke pintu kejayaan personal maupun kejayaan publik. Inilah yang saya senang menyebutnya Emotional Spiritual Writing (ESW).
Apa itu ESW? Anda tertarik? Silahkan baca postingan saya beberapa bulan lalu. Di situ sudah saya uraikan sedikit mengenai konsep ESW.
Kembali ke kawan saya tadi. Saya tidak hendak memojokkannya. Sungguh tidak. Dia benar. Boleh jadi, ia berfikir seperti itu (menulis itu sukar) karena sebabhistorical atau sebab budaya lingkungan yang membentuk karakternya. Jadi, salah siapa? Tidak ada yang salah atau yang benar. Yang ada hanyalah kesalahan dalam memandang sebuah permasalahan. Itulah sumber malapetaka terbesar dalam hidup Anda (termasuk saya tentunya).
Tapi, jangan khawatir! Anda punya banyak waktu membenahi semuanya. Anda punya segudang kesempatan mengubah sudut pandang berfikir Anda. Anda hanya butuh cara membasmi “virus-virus” negative thinking dalam menulis.
Lantas, bagaimana cara terefektif menghilangkan pikiran-pikiran negative untuk menulis? Mudah kawan! Jawabnya adalah hidupkan nuansa ESW Anda. Insya Allah, Anda segera menjadi seorang penulis best seller untuk diri Anda sendiri. Tertarik dengan ESW saya, lagi-lagi silahkan Anda mengaksesnya, seingat saya, postingan tersebut sebulan yang lalu.
Akhirnya…sampai ketemu pada kesempatan depan. Insya Allah, saya akan menuliskan beberapa cara membangun komitmen menulis, termasuk di dalamnya saya akan jelaskan teori menulis marathon. Mohon doanya biar saya tetap sehat walafiat…
Salam hangat dariku,
Pemerhati kehidupan,